ads

Terkadang Tindakan Kita Benar Hanya Secara Perasaan, Tapi Secara Etika Salah


Dalam menjalani kehidupan, manusia sering kali dihadapkan pada dilema antara apa yang terasa benar di hati, dan apa yang seharusnya dilakukan berdasarkan norma dan etika. Perasaan dan logika tidak selalu sejalan. Begitu juga dengan naluri dan aturan moral. Inilah yang membuat tindakan manusia menjadi sangat kompleks, sekaligus menarik untuk direnungkan.


Benar Secara Perasaan, Salah Secara Etika

Bayangkan seseorang yang membela sahabatnya habis-habisan karena merasa itu adalah wujud dari loyalitas. Namun, dalam pembelaan itu, ia menutupi kesalahan sahabatnya yang telah merugikan orang lain. Secara perasaan, tindakan itu terlihat mulia—karena dilandasi cinta dan kesetiaan. Tapi secara etika, menutupi kebenaran adalah bentuk ketidakadilan.


Inilah peristiwa di mana hati membisikkan satu hal, namun etika sosial dan moral menyatakan hal yang berbeda. Menyayangi seseorang bukan berarti membenarkan semua tindakannya. Cinta, persahabatan, atau bahkan belas kasihan kadang bisa menutupi kepekaan kita terhadap nilai-nilai etis yang lebih besar.


Perasaan Itu Penting, Tapi Etika Menjadi Batasnya

Tidak ada yang salah dengan mengikuti kata hati. Namun perasaan tetap harus disaring lewat kesadaran moral. Kita perlu bertanya, “Apakah ini adil untuk semua pihak?” atau “Apakah ini akan menimbulkan kerugian bagi orang lain?”


Perasaan memberi warna pada tindakan kita. Tapi etika adalah bingkai yang menjaga agar tindakan tersebut tetap bertanggung jawab. Jika hanya mengikuti perasaan, kita bisa mudah terjerumus dalam pembenaran diri yang semu.

etika perasaan


Contoh dalam Kehidupan Sehari-Hari

  • Memarahi orang yang kita sayangi karena merasa peduli. Tapi jika dilakukan di depan umum, itu bisa melukai harga diri mereka.
  • Menyimpan rahasia rekan kerja karena simpati, padahal rahasia itu berdampak pada keselamatan banyak orang.
  • Memberikan bantuan secara berlebihan kepada seseorang yang kita sayangi, sampai membuat mereka kehilangan kemandirian.

Dari contoh-contoh di atas, kita belajar bahwa niat baik tidak selalu menghasilkan tindakan yang tepat. Kita perlu menyeimbangkan niat dengan pemahaman tentang dampaknya secara sosial, etika, dan keadilan.


Keseimbangan Antara Hati dan Akal

Manusia dibekali dua hal: perasaan dan akal. Saat keduanya digunakan dengan bijak, maka kita bisa menghasilkan keputusan yang tidak hanya menyenangkan hati, tapi juga benar secara nilai dan prinsip.


Hati bisa membimbing kita untuk peka, sementara akal menuntun kita untuk adil dan bertanggung jawab. Ketika keduanya berjalan bersama, maka kita bisa menghindari tindakan yang “tampak benar” tapi sebenarnya menyimpang.


Dunia tidak selalu hitam dan putih. Ada kalanya kita merasa benar, tapi secara etika kita salah. Oleh karena itu, setiap tindakan perlu ditimbang dengan matang. Dengarkan hati, tapi jangan abaikan nilai moral dan dampak sosialnya.


Jangan hanya bertanya “Apakah ini membuatku nyaman?”, tapi juga “Apakah ini adil dan bertanggung jawab?” Karena dalam hidup, bukan hanya perasaan kita yang penting, tapi juga bagaimana tindakan kita memengaruhi dunia di sekitar.


Baca Juga: Ketika Rasa Iri Hadir dalam Dirimu, Itu Tanda Bahwa Dia Punya Kualitas yang Kamu Inginkan

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu