Tidak semua rasa sakit terlihat oleh mata. Terkadang, orang yang paling banyak tertawa adalah orang yang paling hancur di dalam dirinya. Bukan karena mereka pura-pura kuat, tapi karena mereka tahu bahwa tidak semua luka perlu diperlihatkan, dan tidak semua kesedihan harus diceritakan.
Rasa ini memang menyakitkan. Tapi aku tetap memilih untuk berdiri, berjalan, dan tersenyum — karena aku sudah terlalu sering terluka, dan aku belajar untuk tidak lagi bergantung pada harapan yang tak pasti.
Aku pernah berharap orang lain mengerti. Aku pernah menunggu seseorang datang dan berkata, “Aku tahu kamu lelah.” Tapi lama-lama aku sadar, menunggu pengertian dari orang lain hanya akan membuatku lebih kecewa.
Sekarang, aku belajar untuk memperhatikan diriku sendiri. Aku belajar mencintai luka-lukaku. Karena hanya aku yang benar-benar tahu betapa kerasnya perjuangan yang kulalui dalam diam.
Kita hidup di dunia yang sibuk. Setiap orang punya beban, punya luka, punya alasan untuk bertahan. Maka, bukan salah siapa-siapa jika mereka tak mampu memahami kita. Kita hanya perlu berhenti berharap mereka tahu, dan mulai menerima bahwa sebagian rasa sakit memang hanya bisa dipikul sendiri.
"Orang-orang hanya akan tahu permukaanmu, tapi hanya kamu yang tahu seberapa dalam lukamu." — Refleksi Sunyi
Di depan banyak orang, aku terlihat tegar. Seolah tak pernah goyah, seolah tak pernah rapuh. Tapi hanya dinding kamar yang tahu berapa kali aku jatuh, berapa malam aku menangis tanpa suara.
Senyuman bukan tanda kebahagiaan, tapi cara bertahan agar dunia tidak tahu bahwa aku sedang berjuang. Mungkin itu cara paling aman untuk tetap berjalan meski hati tak utuh.
Di masa lalu, aku pernah curhat ke banyak orang, berharap lega. Tapi yang kudapat hanya penilaian, atau lebih buruk: penghakiman. Dari situ aku belajar, ada luka yang lebih baik disimpan sendiri, bukan karena takut, tapi karena aku ingin menjaga ketenanganku.
"Diamku bukan karena tak ada rasa, tapi karena aku tahu tak semua orang bisa mendengar tanpa menghakimi." — Luka Diam
Satu per satu orang pergi, entah karena takdir atau pilihan. Aku tak lagi bertanya “kenapa”, karena mungkin memang begitulah hidup. Kehilangan adalah bagian dari perjalanan, dan setiap orang hanya mampir untuk memberi pelajaran.
Sakit? Tentu saja. Tapi semakin sering aku kehilangan, semakin kuat aku berdiri. Aku tak lagi menggantungkan kebahagiaanku pada kehadiran siapa pun.
Aku tak lagi melawan keadaan. Aku belajar menerima bahwa hidup memang tak selalu adil, bahwa kadang yang kita inginkan tidak datang, dan yang kita jaga pun bisa pergi.
Menerima bukan berarti menyerah. Tapi itu bentuk kebijaksanaan, bahwa aku tidak bisa mengendalikan segalanya. Yang bisa kulakukan adalah berjalan setenang mungkin di tengah semua kekacauan.
Rasa sakit ini bukan alasan untuk berhenti. Justru karena sakit, aku belajar tentang makna bertahan. Setiap langkah, meski pelan, adalah kemenangan tersendiri.
Aku tak harus cepat. Aku hanya perlu terus melangkah. Karena aku tahu, setiap langkah kecil yang kuambil, membawaku lebih dekat ke diriku yang lebih kuat.
Dulu aku selalu berusaha terlihat baik, takut dianggap lemah. Tapi sekarang aku tahu, tidak baik-baik saja adalah hal yang manusiawi. Aku tak perlu memaksa tersenyum saat ingin menangis. Aku tak harus kuat setiap waktu. Aku hanya harus jujur pada diriku sendiri.
"Kamu tidak harus tegar setiap hari. Terkadang, menangis juga bentuk dari kekuatan." — Suara Hati
Aku pernah menyalahkan diriku atas semua yang terjadi. Tapi kini, aku belajar memaafkan. Aku tahu aku tidak sempurna. Aku tahu aku pernah salah, pernah bodoh, pernah berharap terlalu banyak. Tapi aku juga tahu bahwa aku layak dimaafkan, dihargai, dan dicintai — bahkan oleh diriku sendiri.
Aku mungkin tak selalu bahagia. Aku mungkin masih sering merasa sendiri. Tapi aku belajar untuk bertahan. Karena aku tahu, hidup tidak selalu tentang tawa dan kemenangan, tapi juga tentang bagaimana kita terus berjalan meski terluka, terus berharap meski kecewa, dan terus hidup meski lelah.
Dan hari ini, meski rasa ini masih menyakitkan, aku tetap di sini. Berusaha menjadi versi terbaik dari diriku — bukan karena semuanya baik-baik saja, tapi karena aku sudah terbiasa menghadapi segalanya dengan hati yang sabar dan jiwa yang terus belajar.
Baca Juga: Tidak Masalah Seberapa Lambat Kamu Berjalan Selama Kamu Tidak Berhenti
Rasa Ini Sangat Menyakitkan, Tapi Aku Mencoba Untuk Selalu Baik-Baik Saja, Karena Aku Sudah Terbiasa Dengan Semua Ini
0 Komentar